Pengertian
Hadits
Berita tentang prilaku Nabi Muhammad (sabda, perbuatan, sikap) di dapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut tabi'in (satu generasi dibawah sahabat). Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi'ut-tabi'in dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist.
Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Diantara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian diantara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut.
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan / mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda [5].
Sanad
Sanad ialah rantai penutur / perawi ( periwayat ) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah
     Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu'bah > Qatadah > Anas > Nabi SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur / perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits. Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadits. Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam memahami hadist ialah:
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
- Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
Klasifikasi tingkat keaslian hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu' | ||
1. | Hadits Shahih | |
yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut: | ||
1.1. | Sanadnya bersambung; | |
1.2. | Diriwayatkan oleh penutur / perawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah (kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. | |
1.3. | Matannya tidak mengandung kejanggalan / bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits. | |
2. | Hadits Hasan, | |
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama hadits mengingat pretensinya berada di tengah-tengah antara Shahih dan Dha'if juga, dikarenakan sebagian mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua bagiannya saja. Berikut beberapa definisi para ulama hadits dan definisi terpilih: | ||
2.1. | Definisi al-Khaththaby : | |
yaitu, "setiap hadits yang diketahui jalur keluarnya, dikenal para periwayatnya, ia merupakan rotasi kebanyakan hadits dan dipakai oleh kebanyakan para ulama dan mayoritas ulama fiqih." (Ma'alim as-Sunan:I/11) [6] | ||
2.2. | Definisi at-Turmudzy : | |
yaitu, "setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak ada periwayat yang tertuduh sebagai pendusta, hadits tersebut tidak Syadzdz (janggal / bertentangan dengan riwayat yang kuat) dan diriwayatkan lebih dari satu jalur seperti itu. Ia-lah yang menurut kami dinamakan dengan Hadits Hasan." (Jami' at-Turmudzy beserta Syarahnya , [Tuhfah al-Ahwadzy], kitab al-'Ilal di akhirnya: X/519) [6] | ||
2.3. | Definisi Ibn Hajar | |
yaitu, "Khabar al-Ahad yang diriwayatkan oleh seorang yang 'adil, memiliki daya ingat (hafalan), sanadnya bersambung, tidak terdapat 'illat dan tidak Syadzdz, maka inilah yang dinamakan Shahih Li Dzatih (Shahih secara independen). Jika, daya ingat (hafalan)- nya kurang , maka ia disebut Hasan Li Dzatih (Hasan secara independen)." (an-Nukhbah dan Syarahnya: 29) [6] | ||
3. | Hadits Dhaif (lemah) | |
ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu'allaq, mudallas, munqati' atau mu'dal) dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat. Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi | ||
3.1. | Hadits Muallaq | |
adalah hadits yang gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad. | ||
3.2. | Hadits Mursal | |
adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in. | ||
3.3. | Hadits Mudallas | |
adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis. | ||
3.4. | Hadits Munqathi' | |
adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut. | ||
3.5. | Hadits Mu'dlal | |
adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in. | ||
4. | Hadits Maudu' | |
bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta. | ||